Monday, September 24, 2007

Ontologi Tertawa

Banyak yang tidak menyadari, tertawa adalah hasil evolusi yang menyelamatkan manusia dari kepunahan. Tidak banyak makhluk hidup yang bisa tertawa. Selain manusia, hanya beberapa jenis monyet yang dapat digolongkan dapat ketawa. Terutama simpanse yang dapat tertawa dengan bunyi seperti ketawa manusia.


Selain berfungsi sebagai pelepas stress, tertawa juga berfungsi sebagai pencegah konflik. Primata, sudah mengembangkan teknik tertawa untuk pencegah konflik sejak 35 juta tahun lalu. Artinya, nenek moyang manusia dan kera, sudah menciptakan senjata ampuh untuk bertahan hidup. Pakar biologi manusia, prof Carsten Niemitz dari Berlin, mengatakan beberapa jenis primata mengembangkan bahasa tubuh dan mimik muka yang rumit, termasuk di dalamnya ketawa sejak puluhan juta tahun lalu. Tujuannya, mimik muka tertawa untuk mencegah agresivitas sesama jenis. Mana tindakan bersungguh-sungguh, dan mana tindakan yang cuma main-main, dibedakan oleh mimik muka yang rumit tsb. Nenek moyang manusia, dengan tertawa dapat menghindarkan pertumpahan darah di kelompoknya.

Dengan bahasa tubuh dan mimik muka bersahabat, perkembang biakan kelompok atau suku dapat dijamin. Terutama makhluk hidup yang mengenal tatanan sosial, memerlukan isyarat jelas untuk menunjukan sikap berhasabat. Misalnya saja, kelompok simpanse mengembangkan apa yang disebut mimik muka main-main.

Yakni mulut yang sedikit dibuka yang ditarik ke atas. Dengan dibarengi suara tertawa mirip ketawa manusia, simpanse bermain dengan simpanse lain di kelompoknya. Mimik muka dan bunyi tertawa mirip manusia, bukannya suatu kebetulan belaka. Pakar biologi perilaku dari Universitas Berlin, Prof.Dietmar Todt mengatakan, tertawa adalah semacam pola biologis untuk menunjukan sikap damai. Dengan itu, hierarki tidak lagi menjadi batasan kaku dan situasi tegang dicairkan. Yang juga amat menarik, dalam penelitiannya Prof. Niemeitz membuktikan, bahwa kelompok hierarki rendah atau kelompok betina, lebih sering tertawa dibanding kelompok hierarki atas atau jantan penguasa.

Dalam hal ini sikap bersahabat, menunjukan keberadaan hirarki lebih rendah dalam sebuah kelompok. Juga dalam masyarakat manusia yang kebanyakan bersifat patriakhat, perempuannya lebih banyak tertawan ketimbang lelaki. Dalam sejumlah ujicoba, prof Niemitz membuat rangkaian foto kerumunan manusia. Di hampir semua foto, terlihat para wanitanya lebih banyak menunjukan mimik muka bersahabat atau tersenyum. Perempuan ternyata lebih sering memanfaatkan senjata tertawa ini. Mereka juga lebih pandai memanfaatkan kelebihannya. Perempuan terutama tertawa untuk mengendalikan konflik. Misalnya saja dalam penelitian pasangan pria-wanita, kaum wanita seringkali mengkritik partnernya dibarengi senyuman atau ketawa. Dengan begitu, partner prianya tidak merasa dikritik, dan menerima kritik partner wanitanya.

Dalam evolusi, terbukti lagi bahwa kaum wanita adalah kelompok yang memiliki visi jauh ke masa depan. Mereka mampu meredam impuls agressif jauh lebih baik dari kelompok pria. Dengan demikian, kaum wanita dapat meningkatkan kemampuan kelompoknya untuk tetap bertahan hidup. Tentu saja ada perbedaan mendasar, antara manusia dengan keluarga primata yang menjalani cabang evolusi yang hampir sama. Sejauh ini, hanya manusia yang diketahui memiliki kemampuan berbicara. Dengan begitu, hanya manusia-lah yang dapat menceritakan humor atau lawakan, yang membuat orang lain tertawa. Prof.Niemitz mengatakan, manusia memperoleh berkah evolusi paling besar.

Nenek moyang manusia, diperkirakan mengembangkan kemampuan bicara itu baru sekitar dua juta tahun lalu. Tema inilah yang kini menjadi topik penelitian utama para ahli. Yakni, bagian otak yang mana yang bereaksi atas gerak-gerik atau kata-kata yang lucu ? Atau juga pertanyaa, mengapa bagian otak bersangkutan, menganggap gerak-gerik dan cerita itu menggelikan, hingga memicu ketawa ?

Banyak teori dan hasil penelitian yang diungkapkan para ahli. Akan tetapi, sejauh ini hasil penelitian terbaru hanya dapat menunjukan, jaringan saraf yang melakukan gerak motorik tertawa. Bukannya masalah mendasar, mengapa hal itu membuat otak terangsang untuk tertawa. Diketahui, ada bagian otak depan yang memiliki semacam program, yang memicu reaksi berantai tertawa ini. Tapi otak sendiri tidak mengetahui apa dasarnya sehingga harus tertawa.